Wellcome

SELAMAT DATANG DI ''HARIAN UMUM LAHAT POS''

Halaman 5

Presiden SBY: “Listrik Naik, Pengusaha Jangan Akal-Akalan”


Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperingatkan kalangan industri agar tidak memanfaatkan kenaikan tarif dasar listrik untuk mencari keuntungan dengan menaikkan harga. Industri diminta mensiasati kenaikan tersebut dengan cara lain seperti efisiensi.
Hal ini dikatakan Presiden saat meninjau sejumlah industri di Kawasan Industri MM 2100 di Cibitung, Jawa Barat, 21 Juli 2010. Salah satu yang dikunjungi adalah Pabrik Percetakan Ganeca Exact.
“Pemerintah tahu, saya tahu, mengenai akal-akalan. Tapi solusi yang dipilih oleh PT Ganesa cukup cerdas, misalnya dengan apresiasi dan efisiensi. Jadi tidak langsung memberatkan konsumen,” kata Presiden.
Presiden mengingatkan industri tidak melipatgandakan kenaikan harga dengan alasan kenaikan listrik. “Mumpung ada kenaikan TDL, mari kita ambil keuntungan sebesar-besarnya. Itu yang menyengsarakan rakyat,” ujar Presiden.
Pengalaman ini didapatkan SBY saat menaikkan listrik pada 2005 dan 2009 lalu. Ini menyebabkan ada kenaikan harga dengan tidak wajar. “Harga bahan bakar naik sedikit, tapi harga barang jual per satuan kok sangat tinggi,” cerita SBY.
Pemerintah sendiri, menurut SBY, sudah melakukan perhitungan pengaruh kenaikan terhadap ongkos produksi, barang, atau jasa. “Tetapi yang penting adalah 15 persen atau 18 persen dari kenaikan biaya listrik yang dikenakan, bukan biaya keseluruhan atau cost of production,” ucapnya. (jp)
__________________________________________________


Tantowi Yahya


Komisi I DPR: “Bos Cek-Ricek Menghina Kami”

Jakarta - Perwakilan sejumlah fraksi yang duduk di Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi informasi merasa dihina bos media infotainment Cek dan Ricek, Ilham Bintang. Para anggota Dewan menyatakan, pernyataan Ilham yang menuduh Komisi I berkomplot untuk menempatkan program infotainment sebagai tayangan nonfaktual, melecehkan.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa, Effendy Choirie, menyatakan keputusan Komisi I dan Dewan Pers yang mendukung KPI untuk terus melakukan tugas mereka mengawasi program-program siaran di Indonesia, adalah keputusan resmi.
“Sudah banyak yang berkata bila infotainment keluar dari norma jurnalistik. Berbagai kelompok agama pun sudah mengkategorikannya sebagai tayangan haram,” kata Effendi dalam jumpa pers di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Juli 2010.
Menurut Effendi kebebasan pers harus berdampingan dengan tanggung jawab untuk menjaga norma dan moral bangsa. “Perlu dicatat seluruh fraksi di DPR secara resmi mendukung infotainment menjadi program non faktual. Tidak ada satu pun di antara kami yang berbeda pendapat mengenai hal ini,” kata anggota Komisi I dari Partai Demokrat, Roy Suryo.
Ramadhan Pohan, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrat lainnya, tak kalah galak, “Istilah 'berkomplot' yang digunakan untuk menuding kami sangat disayangkan. Jika ingin klarifikasi, silahkan datang langsung ke Komisi I.”
Pada akhirnya, seluruh perwakilan anggota Komisi I DPR yang menggelar jumpa pers termasuk di dalamnya Rachel Maryam (Gerindra) dan Tantowi Yahya (Golkar) yang juga selebritis, menyatakan, “Apa yang kami lakukan adalah atas nama rakyat. Menyebut kami berkomplot adalah penghinaan. Kami hanya berkomplot dengan rakyat, bukan dengan siapapun.”
Karena itu, Komisi I DPR meminta Ilham Bintang yang juga merupakan Sekretaris Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, meminta maaf secara terbuka. (jp)