Wellcome

SELAMAT DATANG DI ''HARIAN UMUM LAHAT POS''

Halaman 4


Foto: Nanda/LAPOS

TAMBANG BATU: Ale (11) sedang menyekop batu koral yang diperolehnya dari sungai Lematang, Rabu (21/7).

Putus Sekolah, Bocah 11 Tahun Angkut Batu

        

            LAPOS, Merapi Timur - Ale (11), bocah asal Desa Gunung Kembang Kecamatan Merapi Timur itu, mengaku terpaksa putus sekolah, dan beralih bekerja sebagai penambang batu di kali sungai Lematang. Pekerjaan berat ini ia lakukan, lantaran orangtua Ale tidak mampu membiayai sekolah Ale. “Aku nyari batu di sungai Lematang, idak sekolah lagi, terakhir sekolah duduk di kelas 3 SD di Merapi inilah,” ujar Ale disela aktivitas mengangkut batu.


            Menurut penuturan Juar (38), warga yang juga berprofesi serupa mengujarkan, hampir 90 persen warga Desa Gunung Kembang Kecamatan Merapi Timur selain berprofesi sebagai petani juga menggeluti usaha sampingan sebagai penambang batu. Hal ini dilakukan warga karena kalau hanya dengan mengandalkan hasil pertanian saja tidak akan mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.


            “90 warga itu berprofesi sebagai penambang batu manual, yakni mengambil batu dilakukan dengan cara menyelam ke dasar sungai, sedangkan sepuluh persen lagi kegiatan sampingan warga lainnya sebagai pedagang kecil-kecilan,” ujarnya.


            Menurut Juar, begitulah kenyataannya, termasuk anak-anak yang putus sekolahpun ikut melakukan penambangan batu di sungai Lematang. Sementara untuk kegiatan pertanian masih tetap dilakukan, akan tetapi untuk penambahan kebutuhan hidup sehari-hari sebagian besar warga Desa Gunung Kembang menggeluti aktifitas sebagai penambang batu atau mata pencarian sampingan saja.         


“Saya saja sudah sebelas tahun menjalani profesi sebagai penambang batu manual, profesi ini ditekuni Juar dikarenakan dirinya hanya berprofesi sebagai buruh tani.


Karena tidak mempunyai kebun, sama saja halnya dengan beberapa warga lainnya,” ungkapnya.


             Yan (30) yang juga berprofesi sebagai penambang batu menambahkan, “para penambang manual mengeluhkan apabila ada kegiatan dari perusahaan yang bergerak di bidang batu kali dan pasir beroperasi di desa mereka, karena mengakibatkan pencemaran terhadap air sungai dan merusak lingkungan bawah sungai,” katanya.


             Yang lebih penting para penambang manual ini mengeluh pada saat kegiatan perusahaan penambang batu beroperasi hasil pendapatan warga menjadi sangat berkurang dibandingkan pada saat sebelum kegiatan perusahaan beroperasi.


            Lanjut, pada 2008 pernah terjadi percekcokan antara pihak perusahaan dengan penambang manual di Desa Gunung Kembang, dikarenakan perebutan lahan pertambangan yang lokasi lahannya terletak di Desa Gunung Kembang, jadi warga Desa Gunung Kembang merasa lebih berwenang dibandingkan pihak perusahaan.


            “Kita mengkhawatirkan apabila perusahaan mulai beroperasi, karena jumlah batu dan pasir yang diambil pihak perusahaan setiap harinya paling sedikit 50 truk di setiap harinya, sedangkan para penambang manual hanya bisa menghasilkan satu truk batu saja di setiap harinya,” keluhnay. (mg11)